Indikator dan Cara Penentuan Status Gizi Balita - Kita mengenal beberapa cara pengukuran status gizi anak
seperti dengan metode anthropometric, pemeriksaan klinik dan pemeriksaan
laboratorik. Di antara ketiganya, pengukuran anthropometri relatif
paling sederhana, mudah, murah dan banyak dilakukan. Pengukuran klinik biasanya
dilakukan oleh dokter untuk melihat adanya kelainan organ tubuh akibat KEP,
misalnya adanya oedeem, perubahan warna dan sifat rambut, kelainan kulit
dan sebagainya. Pengukuran laboratorik dilakukan pemeriksaan darah dan urine
untuk mengetahui adanya kelainan kimiawi darah dan urine akibat KEP.
Menurut Soekirman (2000), beberapa cara pengukuran status
gizi adalah sebagai berikut :
1-Pengukuran
anthropometri
Pengukuran tubuh manusia dengan anthropometric
dipelopori oleh antropolog Amerika Serikat bernama Ales Hrdlicka (1869-1943).
Dalam anthropometric dapat dilakukan beberapa macam pengukuran, yaitu
pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan
sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan
lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam
survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, pengukuran berat badan
(BB) dan tinggi badan (TB) adalah yang paling dikenal. Untuk mengetahui tingkat
status gizi seorang baik tinggi, normal atau rendah, harus dibandingkan dengan
standar internasional yang ditetapkan oleh WHO.
Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi
ada 3 macam, yaitu berat badan menurut umur yang disimbulkan dengan BB/U,
tinggi badan menurut umur disimbulkan dengan TB/U dan kombinasi BB dan TB yang
disimbulkan dengan BB/TB. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status
gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, tetapi indikator BB/U tidak
spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh
tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan
indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat
ini.
2-Indikator
BB/U
Status gizi dapat diketahui dengan melihat berat badan
menurut umur, kemudian dibandingkan dengan standar WHO. Kemungkinan yang
terjadi adalah lebih rendah, lebih tinggi atau normal. BB/U normal, digolongkan
pada status gizi baik, BB/U lebih rendah berarti status gizi kurang atau buruk,
BB/U tinggi berarti status gizi lebih. Status gizi kurang yang diukur dengan
indikator BB/U dikelompokkan menjadi berat badan rendah (BBR). Menurut tingkat
keparahannya, BBR dibedakan menjadi ringan (mild), sedang (moderate)
dan berat (severe). BBR tingkat berat atau sangat berat sering disebut
dengan status gizi buruk. Di masyarakat gizi buruk pada orang dewasa disebut HO
sedangkan pada anak-anak disebut marasmus dan kwashiorkor.
Kelebihan indikator BB/U dalam penentuan status gizi di adalah mudah dan cepat
dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi
dalam jangka waktu pendek dan dapat mendeteksi kegemukan.
3-Indikator
TB/U
Indikator TB/U dipakai untuk mengukur status gizi anak
balita umur 0-24 bulan yang pengukurannya dilakukan dengan terlentang (tidak
berdiri). Hasil pengukuran dapat digolongkan menjadi TBnya normal, kurang dan
tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. TB/U kurang disebut pendek tak
sesuai umurnya (PTSU). Hasil pengukuran TB/U menggambarkan status gizi masa
lalu, seorang yang tergolong PTSU kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak
baik. Indikator TB/U dapat digunakan untuk menggambarkan riwayat keadaan gizi
masa lalu dan dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk.
4-Indikator
BB/TB
BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometric
yang paling baik, karena dapat meggambarkan status gizi saat ini dengan lebih
sensitif dan spesifik. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan,
artinya perkembangan berat badan akan diikuti oleh pertambahan tinggi badan.
Oleh karena itu, berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi
badannya.
Indikator BB/U dipakai di dalam kartu menuju sehat (KMS)
untuk memantau pertumbuhan anak secara perorangan. Indikator ini digunakan karena
relatif lebih mudah dalam menentukan status gizi balita. Kartu Menuju Sehat
yang digunakan di posyandu pada dasarnya adalah penerapan Pengukuran status
gizi anak balita. Kartu menuju sehat adalah alat yang sederhana dan murah yang
digunakan untuk memantau pertumbuhan anak dan harus selalu dibawa setiap
mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan termasuk bidan dan
dokter (Depkes, 2001).
Cara
Menentukan Status Gizi
Menurut Soekirman (2000), status gizi kelompok orang dalam
suatu survei gizi dilakukan melalui perhitungan statistik, nilai berat badan
hasil penimbangan dibandingkan dengan median dan standar deviasi (SD) acuan
WHO. Dengan rumus statistik dapat dihitung nilai Z skor dari suatu BB/U. Nilai
Z skor berkisar antara ±(1 s/d 4) SD. BB/U normal jika nilainya terletak antara
-2 SD sampai +2 SD, status gizi kurang jika nilainya <-2 SD sampai ? -3 SD.
Status gizi buruk jika nilainya kurang dari -3 SD. Sebaliknya jika nilai Z skor
di atas 2 SD disebut gizi lebih (gemuk) dan jika nilai Z skor >3 SD
dikatakan gemuk sekali.
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 920 tahun
2002 tentang klasifikasi status gizi anak
balita, penentuan gizi buruk tidak lagi menggunakan persen terhadap median,
melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS (Depkes, 2002). Secara umum
klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti Tabel
1 di bawah ini:
Klasifikasi
Status Gizi Anak Balita
INDEKS
|
STATUS GIZI
|
AMBANG BATAS
|
Berat badan menurut umur (B B/U)
|
Gizi lebih
|
> +2 SD
|
Gizi baik
|
? -2 SD sampai +2 SD
|
|
Gizi kurang
|
< -2 SD sampai ? -3 SD
|
|
Gizi buruk
|
< -3 SD
|
|
Tinggi badan menurut umur (TB/U)
|
Normal
|
? -2 SD
|
Pendek (stunted)
|
< -2 SD
|
|
Berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB)
|
Gemuk
|
> +2 SD
|
Normal
|
? -2 SD sampai +2 SD
|
|
Kurus (wasted)
|
< -2 SD sampai ? -3 SD
|
|
Kurus sekali
|
< -3 SD
|
Sumber : Depkes, 2002
Berdasarkan pedoman SK Menkes Nomor 920 tahun 2002,
penentuan status gizi diharapkan tidak berbeda, sehingga data yang dihasilkan
mudah dianalisis lebih lanjut baik untuk perbandingan, kecenderungan maupun
analisis hubungan.
Pemeriksaan klinik: Penentuan status gizi secara klinik
dilakukan melalui pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat
kesehatan. Bagian tubuh yang diperiksa meliputi rambut, kulit, gigi, bibir,
lidah, mata dan alat kelamin (khusus lelaki). Rambut, kulit dan mulut sangat
rentan sebab usia sel epitel dan mukosa tidak lama. Banyak tanda malnutrisi
yang mewakili kekurangan zat gizi tertentu, misal binti bitot yang timbul bukan
hanya karena kekurangan vitamin A, tetapi juga bisa karena iritasi debu, asap
atau infeksi mata menahun. Oleh karena itu pemeriksaan klinis harus pula
ditopang dengan uji biokimiawi serta pemeriksaan anthropometric yang
tepat. Kurang kalori protein pada orang dewasa dan anak usia sekolah memberikan
tanda-tanda seperti penyusutan jaringan lemak
bawah kulit serta pengecilan otot. Sementara, kurang kalori protein pada anak
kecil menunjukkan tanda-tanda klinis seperti edema, gangguan pigmentasi
rambut dan kulit.
Pemeriksaan laboratorik: Penentuan status gizi dengan cara
biokimiawi (laboratorik) dilakukan dengan mengukur beberapa zat gizi yang bisa
menjadi indikator untuk menentukan gangguan akibat kurang gizi. Zat-zat
tersebut antara lain: protein viseral, albumin, transferrin serum,
Thyroxine-binding prealbumin, mengukur fungsi kekebalan, sensitivitas
kulit, pengukuran protein somatik, penilaian hematologik dan pemeriksaan
hidrasi.
Refference:
- Arisman, M.B. (2007), Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi dalam Daur Kehidupan,
- Soekirman (2000), Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
- Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia (2001), Panduan penggunaan kartu menuju sehat (KMS) balita bagi petugas kesehatan
- Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2002, SK Menteri Kesehatan RI Nomor : 920/ Menkes / SK / VIII / 2002 tentang Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun, Depkes RI, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar